Bukan
sopir angkot saja yang setoran, penghafal Al-Qur’an pun harus menyetorkan
hafalannya, kepada siapa? Kepada siapa saja. Al-Kiya Al-Harisi (w.504 H) ulama’
pakar tafsir Al-Qur’an, setiap kali hafal beberapa hadits, suka cepat-cepat
pulang ke rumah. Dia belum merasa tenang apabila hafalannya belum
diperdengarkan atau disetorka kepada istrinya. Menurutnya, setoran adalah
metode terbaik menguatkan hafalan. Bahkan, sesuai pengalamannya, hafalan yang
sering disetorkan tidaak akan lupa.
Secara
umum, setoran adalah membacakan hasil hafalan ke hadapan mursyid. Setoran
menjadi sangat penting dalam menghafal Al-Qur’an karena selain memengaruhi
kelancaran dan kekuatan hafalan, juga akan mengoreksi kesalahan hafalan, dan
kesalah bacaan. Bahkan, disetorkan kepada mursyid yang
wara’ akan membawa berkah karena pertemuan dengannya.
Menurut
riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah SAW suka bertadarus dan menyetorkaan hafalan
kepada Jibril setiap malam bulan ramadhan untuk mengevaluasisesuai jumlah ayat
yang sudah turun. Kemudian pada Ramadhsn terakhir, beliau menyetorkan hafalan
kepada Jibrilsebanyak dua kali khatam sebagai pertanda bahwa sebentar lagi
penurunan ayat akan usai. Zaid ibn Tsabit yang dikenal sebagai pencatat wahyu
mengatakan,urutan surah dan ayat Al-Qur’an yang sampai kepada umat adalah
sesuai penyetoran terakhir itu.
Bagi
penghafal Al-Qur’an dia mungkin telah bisa mengetahui dan merasakan perbedaan
yangg besar antara hafalan yang sudah disetorkan dan hafalan yang belum
disetorkan. Setoran menjadi standar ukuran atau evaluasi hafalan dan bacaan.
Apabila tidak disetorkan, tidak akan diketahui seberapa banyak hafalan yang
benar-benar sudah hafal, karena suka tercampur dengan yang belum benar-benar
hafal. Dengan setoran, akan diketahui hafalan mana yang sudah lancar dan mana
yang belum lancar. Apabila terdapat bacaan yang keliru sewaktu menghafal, akan
terkoreksi.
Membaca Al-Qur’an dalam surat sama dengan menyetorkan hafalan keoada Allah Swt. Dia sendiri yang akan mendengarkan dan mengoreksi hafal dan dan bacaan Anda. Jika didengarkan guru saja meras khusyuk bahkan deg-degan, kenapa kekhusyukan dan rasa deg-degan itu tidak hadir saat didengarkan oleh Allah Swt. Hal yang paling aneh dan mengherankan adalah banyak kiyai, ustadz, sesepuh, guru Al-Qur’an dan bahkan masyarakat umum yang menolak bacaan mereka didengarkan orang hafidz dan ahli membaca Al-Qur’an, karena takut atau tidak mau dikoreksi, sementara mereka tidak takut dikoreksi Allah Swt, bikan sekadar bacaan dan hafalan mereka, tetapi juga hati mereka.
0 komentar:
Posting Komentar